Ririn's Page

Tuesday, January 24, 2017

Inong Sitorus

Inong.
Begitu sapaan khas kami untuknya. Bukan, itu bukan nama sebenarnya.
Jika ada yang bertanya apa marganya a.k.a nama keluarganya, maka Inong akan menjawab: boru na so marrem, yang artinya tidak memiliki rem.

Tahu rem kan ya? Biasanya terdapat pada setiap kendaraan, baik bermotor atau tidak.
Lalu, orang tersebut akan berpikir sebentar dan menebak: oh boru torus. Dan memang benar. Selalu lucu ketika hal itu terjadi. Hal itu terjadi bukan hanya sekali atau dua kali.

Sudah seharian ini Inong tampak murung. Pasalnya, anak perempuan yang paling bungsunya sedang ngambek. Karena dia merasa ada ketidakadilan terjadi di rumah itu; anak lelaki diijinkan jalan seharian, sedangkan dia sendiri tidak bisa ke mana-mana.

"Yasudah, pergilah jalan-jalan, tidak apa-apa," kata Inong dengan tenang.
Tarri, anak perempuannya itu malah memonyongkan bibirnya dan berlalu dari hadapan inongnya. Tarri merajuk (ngambek). Dan kalau ia sudah begitu, maka ia akan melakukan aksi mogok bicara dan makan; memilih untuk berada di dalam kamar sehari-dua hari- selama yang ia pikir cukup menahan godaan untuk keluar dari persembunyian atau karena ingin makan.

Inong mengetuk pintu kamar yang tidak terkunci. Karena tidak ada jawaban, Inong membuka pintu itu perlahan. Tampak Tarri sedang membaca buku di atas tempat tidur. Tarri memang hobi membaca, tapi buku bacaaanya tidak membuat dia lebih dewasa dalam bersikap. Mungkin nanti.
"Beta mangan, Boru." (Ayo makan, Anak gadis.)

Tarri bertingkah seolah tidak ada siapa-siapa di tempat itu selain dirinya. Ia mengenakan earphone dan memainkan musik dengan suara yang kencang.
Inong bersedih hati melihat tingkah anak gadisnya itu. Mungkin beginilah kelakuan anak gadis zaman sekarang yang mungkin lagi berada di masa-masa pubertas.

Inong keluar dari kamar itu dan hendak mengadu ke suaminya, tetapi yang dilihatnya tampak sedang kesal.
"Kenapa?" tanyanya dengan sabar.
"Kau menaruh bawang putih," kalimat itu membuatnya sadar ia tidak fokus memasak tadi karena putri kecilnya yang merajuk (alias mengambek).
"Maafkan aku."
Elgi, suaminya bahkan tidak menyentuh nasinya, hanya karena aroma bawang putih di lauk yang ia masak.
"Aku akan memasak menu lain, tunggu sebentar."
"Tidak perlu. Aku akan makan di luar saja."
Kemudian suaminya segera berlalu. Lengkap sudah kesedihan Inong siang itu.

Akhirnya, Inong makan siang sendirian. Sedih, sepi makan sendirian, padahal seharusnya tidak begini.


####

Malamnya, suaminya masih menonton pertandingan bola, anak gadisnya masih asyik di kamar, sedang anak lelakinya belum pulang, ia khawatir, matanya tidak bisa terpejam. Ia duduk di atas pembaringan, menutup matanya, bibirnya bergerak tanpa suara. Kemudian ia mencoba untuk tidur.

Pukul 12 lewat 5, terdengar suara ketukan di pintu. Inong terbangun. Suara tv masih menyala, suaminya masih menonton.
"Siapa? Masuklah," kata Inong lembut.
Ternyata, Manne, anak lelakinya membuka pintu, diikuti Tarri, kemudian Elgi dengan kue berada di tangan.
Senandung selamat ulang tahun yang lembut melingkupi ruangan itu. Inong tanpa sadar menitikkan air mata, ia terharu.
"Selamat ulang tahun, Nong. Maaf ya Inong, hari ini sudah keterlaluan," kata Tarri sembari mengecup kedua pipi Inong.
"Masakanmu selalu enak kok," Elgi tersenyum malu-malu.
"Selamat ulang tahun, Inong, terima kasih untuk semuanya," ucap Manne tak mau ketinggalan.


######

Ditulis dengan tema: Ibu
Deadline: 15 Jan 2017 (again telat. Oh mai goodness)
Pemberi ide: Ka Nova


Tulisan dengan tema serupa dapat dibaca di:
Ka Nova
Ennitan
Sumi
Zanna


Curcol: sulit menulis dengan tema ini, atau aku sedang sibuk mengerjakan kerjaan? Entahlah, tapi akhirnya aku menyelesaikannya.
Terima kasih.

2 comments:

  1. bisa di aprilmob juga ini ya kak, kalo ngerjain mamak. hahaha.
    Cerita ttg mamak emg gak ada habis2nya, kaka selalu buat cerita-cerita pendek yang kalau itu aku, selalu belepotan nulisnya. *failed. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. You can do it, Enn, as long you train each day.. #ganbatte #sokngajarin

      Delete