Cuaca sedang bagus. Mendung pertanda sebentar lagi akan turun hujan. Seperti suasana hatiku yang sedang gelap. Bagus sekali!
Setiap hari melihatnya bersama lelaki lain membuat dadaku sesak. Sial, hari-hariku selalu buruk. Sejak dia hadir kembali di hadapanku. Tanpa ku minta, tanpa ku sadari.
Aku sudah melakukannya. Ya, aku sudah berusaha melupakannya. Nyaris. Nyaris aku benar-benar melupakannya. Tapi, aku sadar sekarang, aku gagal. Aku tidak pernah berhasil melupakannya. Salahkan aku! Maki aku! Tapi aku tak bisa. Apapun sudah kulakukan, tapi tak pernah benar-benar berhasil.
Lihatlah, di pagi yang semendung hatiku, dia bersama lelakinya yang baru, baru saja memasuki kantor. Tertawa, saling bergenggaman tangan, tak ada yang kurang. Hanya aku yang tidak pernah senang.
Bagaimana mungkin aku bisa melupakan orang yang selalu berada di hadapanku saat ini? Pagi, siang, bahkan di kala sore, ia akan melongokkan kepalanya ke ruangan kerjaku, dan bertanya, “Sudah makan?” atau “Belum mau pulang?”
Ah, ya tentu saja bisa. Pukul kepalaku, agar aku amnesia dan aku melupakannya.
"Kamu sudah makan siang?" suara yang khas menyapaku dari balik pintu. Ya, itu dia, dia yang membuatku tidak bisa hidup dengan tenang. Gadis yang cantik dan memikat hati.
"Sudah," ucapku tidak jujur. Lalu memberikan senyum untuk meyakinkan dia.
"Ya, sayang sekali. Aku ingin mengajakmu makan siang bareng," dia terlihat sedih. Tapi aku sudah terlanjur berbohong.
"Ajak yang lain aja. Kebetulan Maria juga belum makan siang tuh," dagu ku arahkan ke ruangan di sebelah.
"Siapa yang menyebut namaku?" Maria langsung datang, seperti semut yang mencium bau gula.
"Sudah makan siang?" tanya orang yang sama, tapi kali ini bukan ditujukan kepadaku.
"Makan siang bareng yuk," tanpa perlu menjawab, Maria sudah menarik lengan gadis itu pergi.
Fiuh. Aku sedikit lega. Rasanya ga kuat melihat dia yang sudah menjadi milik orang lain berada sangat dekat denganku.
Ah, sepertinya aku harus segera mencari pekerjaan lain.
**
Tidak. Tidak seharusnya aku bersikap pengecut seperti ini. Aku adalah lelaki. Lelaki yang percaya diri. Tak akan kubiarkan aku hidup menjadi seorang pengecut. I can't move on, itu urusan belakangan. Aku senang aku masih bisa melihat gadis itu, walau dia tak melihatku sebagaimana sebelumnya. It doesn't matter. Selagi aku bahagia, kenapa aku harus takut. Paling tidak, menjadi teman adalah saran yang bagus.
Selamat pagi, Dunia.
**
"Sudah makan siang?" suara yang sama.
"Belum," kataku sambil tersenyum. Entah mengapa, hari ini suasana hatiku sedang cerah seperti langit tak pernah mendung.
"Makan bareng yuk," kini tangannya sudah menggenggam lenganku.
Ya Tuhan, gadis ini. Tak sadarkah dia bahwa dia sudah membuatku jatuh cinta padanya seperti dulu?
Oh tidak. Ini tak boleh terjadi. Teman. Ya, hanya sebatas teman. Kapan aku bisa move on?
--
*Am X adalah bagian pertama dari TrilogiXIH.
--
*Am X adalah bagian pertama dari TrilogiXIH.
No comments:
Post a Comment