"Aku menantangmu," serunya tiba-tiba sambil membuat jari-jarinya membentuk huruf L dengan jari telunjuk mengarah padaku.
Aku melotot, memandangnya heran.
"Aku menantangmu untuk tidak tidur selama 24 jam, bagaimana?"
Aku masih memasang wajah melongo, belum mengerti apa tujuan perkataannya.
"Kamu sanggup?" tanyanya tanpa pikir panjang, tanpa peduli apa aku mengerti maksud pertanyaannya.
"Apa maksudmu, Radi? Aku tidak mengerti," ucapku lalu memalingkan wajah ke arah buku yang sedang aku baca.
Ia mengambil buku yang ada di tanganku, menutupnya tanpa perlu meletakkan pembatas buku yang sebelumnya aku letakkan di atas meja. Ia tidak menghiraukan perkataanku untuk selalu menggunakan pembatas buku, atau mungkin perhatiannya tidak menangkap ada sebuah pembatas buku berwarna biru di atas meja. Mungkin saja.
Kasihan kamu, pembiru, pembatas biru, aku akan mengambilmu nanti.
"Aku menantangmu untuk tidak tidur selama 24 jam, kamu terima tantanganku?" ia mengulangi perkataannya.
"Dalam rangka apa kamu membuatku melakukannya?" tanyaku masih tak mengerti kemana tujuan pembicaraan ini.
"Kalau kamu setuju, baru aku sebutkan penjelasannya," ucapnya membuat aku sedikit kesal. Bagaimana mungkin aku mau melakukan tantangan gila yang ia sebutkan. Tidak tidur dalam waktu 24 jam? There's something wrong in here, in his mind, of course.
Aku menggeleng.
"Jika kamu tak sebutkan penjelasannya, sorry to say, aku menolak," kataku tegas.
Aku mengambil buku yang berada di genggamannya, dan menyisipkan pembiru ke dalam halamannya yang ku pilih secara acak.
Mood membacaku hilang sudah ketika Radi mengambil buku dari tanganku. Aku ingin berlalu dari hadapannya, ketika tiba-tiba tangannya berada di atas tanganku.
"Hanya 24 jam, please," ia memelas. Wajahnya dibuat sama seperti wajah Puss in the Boots. Siapa yang tidak akan menaruh iba pada orang dengan tampang seperti itu?
Aku menatapnya, lama. Semakin lama, semakin besar rasa ibaku. Sahabatku yang satu ini memang agak aneh. Aneh atau unik, bagiku tidak jauh beda, untuk kasusnya. Ia selalu ingin tampil beda, anti main stream, entah istilah apa lagi yang cocok untuknya.
Aku menghela nafas. Aku harus memaklumi keunikan sahabatku yang satu ini.
"Baiklah, aku bersedia," akhirnya aku berkata, dengan setengah suara.
Ia menggenggam tanganku seolah berjabat tangan.
"Deal?"
"Deal!"
perjanjian sudah dibuat, aku tidak bisa menolak lagi, seperti sedang bermain di dalam permainan Running Man, sekali pintu sudah tertutup, tidak akan bisa mundur lagi.
"Penjelasannya?" tanyaku, ia hanya tersenyum. Aku mulai memikirkan hal yang aneh-aneh.
"Kita akan melakukan hal gila dalam 24 jam, dihitung mulai dini hari nanti, pukul 0," senyum simpulnya membuatku was-was. Aku kehilangan akal, tidak dapat menebak hal gila apa saja yang akan ia lakukan.
Aku hanya bisa menghela nafas berat. Ini di luar alam pikiranku. Kegilaannya tidak dapat aku prediksikan.
"Mengapa harus 24?" tanyaku, yang ia balas dengan senyuman simpul yang hampir sama dengan yang sebelumnya.
Aku menundukkan kepala di atas meja. Ini menjadi suatu kesalahan besar yang aku buat, menyetujui ide gilanya, eh, bukan saja menyetujui tetapi ikut di dalamnya.
24
Bagian 1
http://about.me/ririn
No comments:
Post a Comment