Dia melihat dua digit angka itu dengan mata mengernyit.
Sudah dua minggu tapi benda tersebut masih menampilkan angka yang sama.
Ia tak suka. Sungguh sungguh tak suka.
Suara tertawa di belakangnya membuat dia menggeram. Adik lelakinya yang selalu membuatnya kesal tertawa puas melirik ke angka yang sama.
"Den, kenapa ketawa ngakak gitu?" Ibunya yang tidak memerhatikan dengan seksama kedua anaknya itu tampak bingung.
Rara memukul bahu Raden dengan kesal. Raden hanya pura-pura kesakitan, tapi tawa bahagia tak hilang dari wajahnya.
"Ra, kenapa?" Ibu mereka masih dalam kebingungan.
Rara masuk ke kamar. Ia memandang gambar, poster, tulisan yang ia tempel di dinding di atas meja belajarnya.
Ia mendesah. Ingin ia merobek-robek semua kertas yang menempel di situ. Tapi, adakah gunanya. Ia menghela nafas panjang dan merebahkan diri dengan kasar ke atas kasur.
Sudah dua minggu ini dia mencoba jurus diet yang ia pelajari dari internet dan sosial media yang ia ikuti tapi tidak memberikan hasil. Ia kecewa. Ia kesal. Marah dan sedih. Perasaannya tak menentu.
Dua menit kemudian, ia sunguh bersedih hati. Keinginan hatinya menurunkan berat badannya lima kilogram tidak terwujud.
Padahal ia sangat ingin berat badannya turun agar kebaya yang sudah dijahitkan hampir dua bulan yang lalu muat untuk fitting nanti.
Tidak, ia tidak akan menikah. Tidak sampai nanti jika saatnya tiba.
Kebaya yang sudah dijahitkan itu adalah kebaya yang akan dikenakannya wisuda nanti. Sangking senangnya, ia sudah meminta ibunya menjahitkan kebayanya dua bulan yang lalu. Tetapi, setelah dua bulan, berat badannya malah naik, nafsu makannya tak pernah berhenti.
Ia putus asa.
Bagaimana nanti kalau kebaya itu tak muat? Bagaimana nanti kalau ia menjadi jelek di kebaya itu? Foto wisuda yang akan dipampang keluarganya di dinding ruang tamu nanti itu akan menjadi masa lalu yang akan menghantui dia sepanjang masa. Bagaimana kalau nanti dia punya pacar, pacar bertamu ke rumahnya dan melihat foto wisuda yang menakutkan?
Aaarrrgh!!!!
Ia membanting-banting kasur di bawahnya.
Ibunya yang tadi tidak mengerti masuk ke dalam kamarnya. Ibunya sekarang tahu apa masalahnya.
Kehadiran ibunya membuatnya bangkit dari tidurnya. Rambutnya kini acak-acakan.
"Jangan takut, kau akan tetap tampil cantik nanti. Percaya sama Ibu."
Ibunya memberikan senyum yang sangat manis, menentramkan hatinya.
Ia pun ikut memasang senyum. Hanya itu, ya hanya kata-kata penenang dari Ibu yang dapat menenangkannya.
**** dua tahun kemudian ****
Raden melihat angka yang begitu bulat itu dengan tatapan mematikan. Tajam.
Rara tertawa ngakak. Kini sudah tiba saatnya yang ia tunggu-tunggu.
"Ibuuuuuu, kak Ra ketawa loh......"
#shortstory #ceritamini #ceritakeluarga