Sakit di dada Ken terasa begitu nyata.
Ternyata Lena duduk berdua dengan lelaki lain.
Ken sudah curiga dari awal, mengapa Lena pergi meninggalkannya tergesa-gesa, tetapi kecurigaannya itu bukanlah yang seperti ini. Ken tidak pernah curiga Lena selingkuh, tidak pernah sekali pun. Ia hanya curiga Lena berbohong, tapi bukan seperti ini yang ada di kepala Ken.
Ken menghembuskan nafas dengan berat, tapi tetap saja rasa sakitnya tidak berkurang, malah semakin terasa nyata. Ia tidak kuasa berdiri berlama-lama di tempat itu. Ia beranjak menjauh, berjalan sejauh mungkin yang ia bisa. Ia berharap tidak akan pernah bertemu dengan Lena lagi. Tidak akan pernah lagi.
##
Dia bohong.
##
Ia akan rindu pada Lena yang selalu ceria setiap hari.
##
Ia akan rindu menatap senyum itu lagi.
##
Ia akan rindu mendengar suara merdu itu lagi.
##
Ia menyerah.
##
Ia harus bisa mendapatkan gadis itu lagi
##
"Lena?" seru Ken ketika ia sudah menyiapkan diri untuk keluar dari persembunyiannya.
"Ken?!" seru gadis itu kaget. Ia tidak menyangka Ken akan mengikutinya.
"Siapa dia, Len?" tanya lelaki yang duduk di hadapan Lena.
"Errr," Lena bingung harus menjawab apa. Kepalanya sepertinya tidak berfungsi baik saat itu. "Sebentar," ujarnya kepada lelaki itu, lalu menarik Ken menjauh dari meja, keluar dari tempat itu.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Lena.
"Apa? Seharusnya aku yang bertanya padamu, apa yang kau lakukan bersama lelaki itu? Siapa dia?" Ken berujar cepat.
"Ken, seharusnya kau tidak mengikutiku. Seharusnya kau tidak pernah tahu."
"Apa maksudmu?"
"Dia tunanganku, Ken. Aku selingkuh denganmu, maafkan aku. Aku menyukaimu, tapi aku tidak bisa meninggalkannya, .."
Ken serasa hendak tumbang, panah seperti menancap di ulu hatinya, menusuk, sakit, perih. Ia tidak dapat mendengar kata-kata Lena berikutnya. Ia berjalan, menjauh. Ia melangkah, tanpa tujuan. Ia kalah.
##
------
Jakarta, 16 April 2014
5:50 PM